Indonesia – Maraknya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk berjualan secara online memunculkan tren baru yaitu social commerce alias berjualan di media sosial. Benar-benar membuat lebih banyak perilaku?
Laporan riset menunjukkan 91,3 persen pengusaha lokal mengandalkan media sosial (medsos) sebagai tempat memasarkan produknya. Potret ini terekam dalam Laporan Pemberdayaan 2022 yang melibatkan 1.500 UKM di seluruh Indonesia.
Selain pemasaran, 80 persen UKM juga memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi dua arah dengan konsumen, bahkan sebagai tempat berjualan dan menjadi kebiasaan baru yang disebut tren social commerce.
Arus social commerce berarti sebuah aplikasi mengandung tiga syarat utama yaitu promosi, penjualan dan interaksi dengan pengguna sebesar 72,5 persen.

“Aplikasi media sosial antara perdagangan, konten menghibur, dan komunitas, di mana konten organik dapat dengan cepat menjadi tren dan menciptakan permintaan global,” kata Vonny Ernita Susamto Incubation Lead, TikTok Shop Indonesia di Jakarta Selatan, Selasa (16/5/2023). .
Menurut Vonny, kebiasaan belanja di media sosial ini akan menjadi budaya belanja baru. Menariknya, keinginan berbelanja ini didorong oleh kreator melalui konten atau word of mouth atau siaran langsung.
Cara berbelanja ini juga semakin unik dengan menggabungkan hiburan dan pengalaman berbelanja atau yang disebut dengan shoppertainment. Apalagi jika ada interaksi langsung dari pembuat konten kepada pembeli melalui live streaming dan aktivitas lainnya.
“Interaksi antara brand, kreator, dan komunitaslah yang pada akhirnya mendorong keputusan konsumen untuk berbelanja. Untuk membantu pelaku bisnis, termasuk UKM mengimplementasikannya, kami selalu berupaya menyediakan berbagai fitur dan solusi bisnis berdasarkan konsep Shoppertainment,” ujar Head dari SMB, TikTok Indonesia, Pandu Nitiseputro pada kesempatan yang sama.
Karena itu Pandu berpesan kepada penjual agar tidak sungkan untuk memberikan hiburan terlebih dahulu, sehingga pada akhirnya penjual mau membeli produk tersebut.