INDONESIA – Puncak Resepsi Nahdlatul Ulama (NU) Abad ke-1 digelar hari ini, Selasa (7/2/2023) di Sidoarjo, Jawa Timur. Jamaah Nahdliyin sudah memenuhi Stadion Delta Gelora Sidoarjo yang menjadi lokasi acara sejak tengah malam.
Dari pantauan tim Jatimtimes, pada pukul 03.00 WIB, jalanan di sekitar Stadion Gelora Delta Sidoarjo dipenuhi massa yang datang dari berbagai daerah. Mereka mengikuti rangkaian acara Resepsi Abad Pertama NU dengan ritual ibadah mulai pukul 00.00 WIB.
Peserta acara Resepsi NU Abad 1 juga melakukan berbagai kegiatan, mulai dari salat, salat hajat, bahkan istirahat di sepanjang trotoar hingga tengah jalan.
Diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah tiba di Sidoarjo sejak Senin (06/02) untuk menghadiri KTT Penerimaan Nahdlatul Ulama Abad ke-1.
Sebelumnya, Badan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar agenda Mukhtamar Fiqh Peradaban Internasional dalam rangka memeriahkan puncak peringatan abad ke-1 Nahdlatul Ulama (NU) pada Selasa, 7 Februari 2023. acara dimulai pada hari Senin, 6 Februari 2023.
Acara tersebut diadakan di Surabaya, Jawa Timur. Pembukaan Konferensi Fikih Peradaban Internasional pagi ini akan dihadiri Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Tsaquf.
Beberapa topik yang akan dibahas antara lain isu perdamaian, manajemen konflik, landasan struktur politik dari perspektif syariah, status dan fungsi PBB melalui perspektif syariah yang mengikat umat Islam, hingga sesi tanggapan para ulama senior.
Guru Besar Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie mengatakan, fikih peradaban yang digagas PBNU mengedepankan syariat Islam untuk kemanusiaan.
“Inisiatif yang dilakukan PBNU ini memiliki nilai positif dalam menempatkan fikih sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk kemaslahatan umat manusia,” jelas Tholabi kepada wartawan terkait Konferensi Fikih Internasional Nahdlatul Ulama Abad ke-1, Selasa (02/07/ 2023). .
Menurutnya, perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang dinamis perlu ditindaklanjuti dengan cara pandang baru dalam memandang berbagai sumber teks syariat Islam.
“Perlu cara membaca untuk mendekatkan perbedaan teks suci dengan realitas peradaban yang cukup dinamis ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, Tholabi menyebutkan beberapa langkah, yang pertama adalah menggali teks-teks klasik peninggalan para pemikir Islam terdahulu untuk didiskusikan dengan realitas hari ini, menemukan kesamaan dan menemukan perbedaan.
“Pertimbangan akibat jika pandangan para ahli hukum lama diterapkan pada realitas saat ini,” jelasnya.
Kedua, kata Tholavi, upaya membicarakan realitas peradaban saat ini dengan metodologi atau teks manhaji syariah sangat diperlukan, terutama dalam hal-hal yang tidak ada perbandingan atau persamaannya dalam pandangan fiqh alias aqwal fukaha.
“Dengan memikirkan segala manfaat dan beban resiko kehancuran bagi umat manusia, sebagai prakarsa yang dapat membawa stabilitas dan keamanan bagi umat manusia. Ini membutuhkan upaya kolaboratif dari berbagai disiplin ilmu untuk membaca realitas ini secara komprehensif,” jelasnya.
Baginya, penyelenggaraan Konferensi Fikih Peradaban Internasional yang diprakarsai PBNU patut mendapat respon positif dari para ulama, khususnya di kalangan pesantren di Indonesia.
Upaya bersama antara ulama di pondok pesantren dan ulama di perguruan tinggi harus dimulai untuk memperluas pemikiran konstruktif untuk kemaslahatan umat.
“Kerja sama antara pesantren dan universitas harus lebih ditingkatkan. Momen fikih yang beradab ini merupakan tonggak penting untuk menampilkan kerjasama positif antara cendekiawan dan cendekiawan Islam,” ujarnya.
Tholabi berharap pelaksanaan Musyawarah Fiqh Peradaban NU Abad I yang melibatkan sejumlah ulama dunia seperti dari Kairo, Mesir dan ratusan ulama lainnya, berjalan dengan lancar dan menghasilkan banyak ide-ide besar untuk kemajuan fiqh peradaban.
“Mudah-mudahan Musyawarah Fiqh Peradaban ini dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan gagasan-gagasan besar untuk kemaslahatan peradaban umat manusia,” pungkasnya.