Indonesia – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Erwin Andriatmoko meminta masyarakat tidak khawatir apalagi panik dengan ditemukannya gunung bawah laut di perairan setempat.
“Gunung itu memang ada, tapi tidak ada kaitannya dengan aktivitas seismik yang terjadi di wilayah Pacitan selama ini. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir,” kata Erwin di Pacitan, Senin.
Erwin menegaskan, menyusul viralnya berita penemuan gunung laut di kedalaman 3-4 kilometer di bawah permukaan laut, 200 kilometer barat daya Kota Pacitan.
Tegasnya, gunung yang diidentifikasi oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) itu memiliki ketinggian sekitar 2.300 meter dari dasar laut sudah ada sejak lama, namun keberadaannya baru diketahui keberadaannya.
“Dulu belum pernah ada gunung yang muncul dalam sejarah, apalagi gunung sebesar itu secara tiba-tiba. Dalam artian proses gempa. Artinya gunung itu sudah lama ada, baru dideskripsikan atau baru ditemukan,” ujarnya. dijelaskan.
Dengan logika dasar itu, Erwin memastikan tidak ada kaitan antara keberadaan gunung laut dengan aktivitas seismik yang sering terjadi dan dirasakan di wilayah Pacitan.
Erwin mengaku juga sudah berkoordinasi dengan pejabat di BIG yang khusus menangani masalah gunung.
Dan dari perbincangan melalui telepon saat itu, Erwin berkesimpulan bahwa terbentuknya pegunungan laut di sebelah barat daya Kabupaten Pacitan ini terbentuk akibat tumbukan dua lempeng bumi yang terjadi jutaan tahun yang lalu.
“Gunung itu terbentuk karena adanya aktivitas pelipatan lempeng. Sama seperti Gunung Jaya Wijaya, Gunung Everest. Kalau dilihat sejarahnya, Everest dulunya lautan, sekarang menjadi gunung tertinggi di dunia. Jadi semuanya ada. sama, itu terbentuk karena proses pelipatan alami yang terjadi jutaan tahun, jutaan tahun yang lalu, lalu terbentuklah gunung seperti itu,” jelasnya.
Terkait ancaman dampak keberadaan gunung bawah laut di perairan Pacitan, Erwin mengatakan hal itu menjadi persoalan tersendiri. Pasalnya, hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa memantau aktivitas gunung berapi lebih dari 500 meter di bawah permukaan laut.
“Itu kesulitan tertentu. Jadi tidak bisa memantau aktivitas gunung. (Selama ini) bisa seperti gunung di Sulut, itu pun tidak bisa maksimal. Karena alat tidak bisa bekerja sempurna. Hanya di Sulawesi Utara merupakan aktivitas (bawah laut) gunung api yang dapat diidentifikasi dari peningkatan buih di sekitar gunung dan fenomena kematian ikan secara massal,” lanjutnya.
Untuk itu, Erwin kembali mengimbau agar warga tidak terlalu cemas atau panik. Sebab menurutnya, dalam sejarah gunung berapi di Indonesia dan dunia, belum pernah ada gunung api (aktivitas vulkanik) yang bisa menimbulkan gempa yang memicu tsunami kecuali di Tonga, sekitar Kepulauan Fiji.
“Gunung Tonga aktif karena gunungnya besar sehingga menimbulkan gempa besar (dan memicu tsunami),” katanya.
Erwin menambahkan, yang perlu diwaspadai saat ini adalah potensi aktivitas tektonik dari lempeng-lempeng bumi yang membentuk pegunungan.
“Jadi yang perlu kita perhatikan bukan aktivitas vulkanik dari gunung tersebut, kalau memang gunung berapi, hanya saja sampai saat ini belum bisa dipastikan apakah itu gunung api atau bukan. Kita harus lebih mewaspadai potensi aktivitas lempeng di pantai selatan, karena itu saja sudah bisa menimbulkan tsunami,” katanya.